Minggu, 09 November 2008

MENGAPA SAYA RAGU-RAGU MENIKAH DI INDONESIA?


 


 

Karena saya tidak akan bebas, pernikahan mengikat saya dengan pasangan sampai mati, berarti saya tidak bisa meninggalkannya saja kalau saya mengalami ketidakcocokan dengannya di kemudian hari.

Pernikahan bukan satu-satunya jalan untuk hidup bahagia. Beberapa orang lebih suka hidup menyendiri, tapi bukan berarti tidak mau bersosialisasi, melainkan lebih banyak privasi demi perkembangan dirinya sendiri.

Dalam pernikahan tidak ada jaminan untuk sukses. Jadi, jika pernikahan gagal, saya harus bersiap-siap kehilangan banyak uang & melepaskan aset-aset. Tidak ada asuransi yang mau membayar saya untuk kehilangan aset-aset jika pernikahan saya gagal.

Pernikahan yang sehat & bahagia bukan berarti kehidupan finansial yang sehat pula, karena banyak resiko yang akan muncul menguras uang, waktu, tenaga, & stamina baik dari dua orang pasangan itu sendiri, anak-anak yang dihasilkannya, juga para orangtuanya beserta sanak familinya. Resiko itu bisa berupa sakit yang parah, terbelit hutang, terlibat perkara hukum atau kriminal, atau kebiasaan konsumtif & suka pamer penampilan atau barang-barang super mewah, atau mentalitas bobrok yang tidak menghargai privasi, kepemilikan pribadi, & bisnis pribadi & mencampur adukkan kepentingan pribadi yang disamarkan sebagai kepentingan keluarga besar.

Pernikahan membosankan, karena prosesnya sama waktu kita masih bayi dulu, cuma kita berganti peran menjadi orangtua si bayi. Seterusnya sama saja waktu kita tumbuh dewasa & kita sendiri bertambah tua tidak bisa pensiun tenang tanpa diganggu atau mengganggu anak cucu. Tidak ada petualangan yang mengasyikkan atau permainan yang seru karena saya terbelit tanggung jawab dengan pernikahan atau keluarga saya.

Pernikahan jadi batu sandungan manakala saya hendak mengekspresikan diri sesuai dengan suara hati saya karena belum tentu pasangan saya, mertua saya, saudara ipar saya, anak-anak atau keponakan saya menyetujuinya. Ini juga menjadi sebab korupsi, kolusi, & nepotisme tumbuh subur di Indonesia.

Pernikahan bukan satu-satunya jalan resmi untuk menyalurkan hasrat seksual, karena banyak cara aman, efisien, & sehat yang di Indonesia ilegal, namun di negara-negara lain bisa diterima sepanjang affair itu tidak merugikan secara fisik, mental, finansial salah satu atau kedua pasangan.

Pernikahan di Indonesia secara tradisi kekeluargaan cenderung dianggap sama dengan peternakan yaitu menghasilkan anak atau keturunan sebagai indikator sukses, kadang- kadang anak mengganggu privasi pasangan.

Pernikahan bukan hanya menikahkan pria & wanita saja, pernikahan juga menikahkan dua keluarga asal pasangan itu. Tradisi ini juga berpihak pada keluarga asal pasangan yang ikut menentukan jodoh yang harus cocok dengan orangtua & mertua, saudara & ipar, mereka banyak terlibat dalam rumahtangga, melanggar privasi & mengintimidasi pasangan demi kepentingan pribadi atau sekeluarga. Jika saya tidak tegas, maka saya akan tertindas lahir-batin seumur hidup saya.

Pemerintah Indonesia melibatkan lembaga-lembaga keagamaan untuk melegalkan pernikahan di Indonesia dengan mewajibkan dua orang beragama & berkeyakinan sama untuk menikah. Hal ini melanggar hak asasi manusia, & sangat konyol, belum tentu dua insan saling mencintai berprinsip & beragama sama, & agama yang sama tidak menjamin pernikahan bakal bahagia 100% bagi yang menjalaninya jika target dari kebijakan pemerintah untuk mengurangi perceraian, karena perceraian lebih banyak terjadi akibat miskomunikasi antar pasangan, masalah finansial, & ketidaksiapan membentuk keluarga. Perceraian sendiri bukan hal buruk jika kedua insan tidak bisa hidup bersama lagi karena perbedaan visi & misi, kerugian fisik, mental, & finansial, masyarakat sebaiknya memandang dengan manusiawi akan keterbatasan dalam pemahaman &pemecahan masalah kedua insan tersebut & tidak menjadikannya sebagai sorotan publik & gossip yang tengik, serta memvonis mereka dengan anggapan miring. Tindakan itu akan semakin merusak privasi &mental mereka, & mengurangi mutu masyarakat itu sendiri sebab secara tidak sadar mengotori pikirannya dengan persepsi keliru, prasangka yang buruk, kebencian yang merasuk, & tidak berfungsinya kontrol diri sehingga mereka akan terjebak dalam kebodohan kolektif, karena dengan demikian mereka gagal memecahkan masalahnya sendiri & berputar-putar mengurusi hal yang tidak penting, akhirnya membuang waktunya yang tidak akan kembali lagi.


 

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Sy ingin berkenalan dgn anda...kita ada kesamaan...bolehkah...klu engga may ya gpp dan sy akan terus seperti ini hingga akhir pulsa hidup

 

ShoutMix chat widget