Kamis, 11 Desember 2008

SAYURANISME DAN KEBATINAN


 


 

Account    illumination


 

                OLEH: MISS SOPHIA DEVI

Seorang sayuranis atau pemakan sayur mayur, ciak chay, vegetarian adalah seorang yang pantang makan makanan yang berasal dari hewan (daging, ikan, ayam, udang, dll) tapi hanya nasi dengan sayur mayur, kacang-kacangan, buah-buahan. Dan sebagai gantinya protein hewan itu diambil dari telur, susu, tahu, dan tempe.

Seorang pengikut kebatinan ialah seorang yang mencoba menginjakkan kakinya pada Sang "Jalan" yang menuju pada Ketuhanan dengan membersihkan batinnya (pikiran, perasaan, perkataan, dan perbuatannya) hingga sifat-sifat Ilahi itu dapat bersinar-sinar di sekelilingnya.

Perkataan kebatinan sering juga digandengkan dengan perkataan spiritual, kejiwaan, kerohanian, dan kepercayaan yang artinya hampir bersamaan dan saling mengisi.

UUD'45 kita menghendaki supaya kita semua bukan saja menuju kepada kebahagiaan material, tapi juga spiritual (lahir batin).

Para ahli kebatinan baik jaman dahulu kala hingga sekarang ini; semuanya mengetahui dengan pasti bahwa orang yang sehari-harinya mengejar kekayaan duniawi belaka tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual, maka pada akhirnya mereka itu akan menderita juga; baik secara mental maupun secara fisik.

Bagi mereka yang tidak mengerti atau tidak mau mengerti tentang hukum-hukum alam (hukum-hukum Ketuhanan) yang berlaku (hukum karma (sebab akibat), hukum tumimbal lahir (reinkarnasi), hukum perubahan (evolusi)) tentu akan menderita/sengsara terhadap goncangan-goncangan hidup pribadi, keluarga, masyarakat, dan dunia.

Itu semua disebabkan mereka tidak mengerti duduknya persoalan, lantaran kebodohan atau tidak tahu tentang hukum-hukum alam tadi.

Dalam sepak terjangnya sehari-hari untuk mengejar kekayaan, nama, pangkat, mereka tidak mempedulikan hukum-hukum itu sehingga tidak jarang mereka sikut kiri, tendang kanan, suap sini, peras sana dan akhirnya berurusan dengan KPK sebab harta yang diperolehnya itu tidak halal alias korupsi.

Sang Buddha mengatakan bahwa manusia lahir di dunia adalah "sengsara" (bagi yang tidak mengerti). Tanda-tandanya kesengsaraan itu ialah: begitu sang bayi lahir sudah menangis! (sebab ia akan menjalani kesengsaraan di dunia ini?)

Sang ibu yang berbahagia itu mengandung bayi selama 9 bulan 10 hari dengan penuh kesengsaraan dan waswas, hingga saat melahirkannya. Meskipun orangtua tadi merasa berbahagia mendapatkan anaknya, - bayi itu-, namun dalam kebahagiaan tadi juga diiringi kekhawatiran akan tidak mampu menjaga anaknya dengan memberikan pendidikan secukupnya di kemudian hari. Sewaktu anak tadi menderita kesakitan, orangtua khawatir, ini bentuk kesengsaraan.

Pada saat-saat anak itu akan masuk TK, SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, ayah ibunya sangat pusing kepalanya untuk memikirkan biaya pendidikan, juga sengsara.

Anak tadi gagal, kuliahnya berhenti di tengah jalan, juga sengsara. Cari pekerjaan atau jodoh tidak dapat-dapat. Tidak mendapatkan yang dicita-citakan; pemutusan hubungan kerja (phk); putus cinta; takut kehilangan apa-apa yang telah dimiliki (harta benda, kedudukan, popularitas); berkumpul dengan orang-orang yang tidak cocok pemikirannya; kehilangan yang dicintai; takut mati (meninggal dunia), adalah juga rentetan kesengsaraan.

Kalau kita pandang kesemuanya itu dari lahir hingga mati adalah selalu sengsara saja. Demikianlah sabda Sang Buddha, yang bagi orang yang tidak mengerti dianggap sebagai ajaran "pesimis".

Sedangkan menurut ajaran Ogamisama, yang mengamil intisari ajaran-ajaran Buddha, Kristus, Yoga, hingga bersifat umum, telah memberikan kuncinya mengapa kita ini selalu sengsara, yakni disebabkan enam akar kejahatan yang harus kita tebas setiap hari, hingga sang jiwa dapat bersinar-sinar, yaitu:

-penyesalan

-keinginan

-kebencian

-kecanduan atau ekstrimitas

-mencintai berlebih-lebihan

-ingin dicintai

Inilah yang menyebabkan kita berbuat jahat/ dosa.

Penyesalan dan keinginan berarti keserakahan dan sangat terikat pada segala hal. Kebencian dan kesukaan berarti pikiran-pikiran tentang suka dan tidak suka, mencintai kelewat batas dan ingin didewa-dewakan.

Inilah sebab-sebabnya kesengsaraan yang harus kita sadari setiap detik.

Mengapa bagi orang-orang yang mendalami kebatinan kesengsaraan itu semua tidak dirasakan/dihiraukannya, malahan tenang-tenang saja dengan gembira menghadapi Sang Hidup ini?

Tidak lain rahasianya mereka itu mengetahui kunci rahasianya hukum-hukum alam ini, bahwa benda-benda keduniawian ini meskipun faktanya ada, tapi pada dasar psikologisnya adalah Maya (bayangan tidak kekal) belaka. Sebagai contoh orang yang tinggal di bawah kolong jembatan tetap gembira, tidak menderita tekanan batin.

Sedangkan orang kaya tinggal di gedung mentereng tapi terus menerus menderita tekanan batin, tidak puas, tidak mengenal batas-batasnya keinginan, mobil satu minta dua dan seterusnya.

Kaum kebatinan mengetahui bahwa kita manusia ini terlibat dalam "ruang dan waktu". Sebab "ruang dan waktu" inilah yang menimbulkan dualisme, yaitu siang-malam, hidup-mati, susah-senang, kaya-miskin, dan sebagainya.

Dualisme inilah yang menimbulkan sengsara, umpamanya: kita ingin kaya, ingin pandai, ingin menjadi apa-apa, ingin titel/gelar/pangkat, ingin melancong ke tempat jauh atau luar negeri, dan lain sebagainya.

Itu semua membutuhkan "ruang dan waktu". Sedangkan kita tadi sudah mengetahui bahwa "ruang dan waktu" itu adalah sengsara.

Tapi sebaliknya bilamana kita "tidak ingin" mencapai/menjadi sesuatu, tetapi hanya "JALAN" saja, tanpa mengharap-harapkan hasilnya atau apa adanya tentu kita tidak akan sengsara.

Sebab berhasil atau gagal itu bukanlah "tujuan" kita, sebab itulah "fakta hasil atau gagal" tadi tidak akan mempengaruhi batin kita.

Bilamana kita sudah mengetahui kuncinya dan menjalaninya sehari-hari, maka kita sudah menjadi mengerti – sadar – bijaksana, dan mengerti tujuan hidup ini serta dapat pula memecahkan segala persoalan dunia – akhirat, teguh menempuh topan badai kehidupan demi kemajuan Sang Jiwa, neraka dunia menjadi surga dunia.

Sekarang kita kembali kepada "sayuranisme". Apakah sayuranis ada hubungan dengan hidup secara kebatinan? Untuk orang-orang yang ingin memulai dengan hidup kebatinan tentu ada hubungan dengan sayuranisme.

Kalau kita tinjau agama-agama yang menganjurkan hidup bersih/suci, mulai dari yang agak lunak hingga yang sangat keras dengan sayuranis adalah:

-agama Katolik Roma menganjurkan umatnya tiap-tiap hari Jumat tidak makan daging.

-agama Kristen Protestan Advent menganjurkan umatnya tidak makan daging, merokok, minum minuman keras, berpuasa dan lain sebagainya.

-Buddha Mahayana di China lebih keras lagi; telur, susu, bawang, cabe, tidak boleh dikonsumsi sebab mengganggu meditasi.

-kaum Yogi menganjurkan sering-sering berpuasa, sayuranis, hidup bersih, dan lain-lain.

Kaum kebatinan telah menyelidiki bahwa daging itu mempunyai getaran-getaran magnet yang kasar tercampur dengan getaran ketakutan dan penasaran waktu hewan ternak itu disembelih. Sebab itu menghambat latihan-latihan dalam membina pribadi/batin kita, terutama dalam masalah kepekaan.

Kaum theosofi yang serius (esoteric group) tidak makan daging atau sayuranis disebabkan prinsipnya "persaudaraan universal" termasuk hewan-hewan sebagai saudara mudanya (muda dalam arti evolusi).

Ada orang yang menjalankan sayuranis disebabkan beberapa faktor:

-sedari kecil diasuh oleh lingkungan keluarga yang sayuranis

-atas kemauan sendiri yang timbul dari dalam dirinya (wajar).

-atas kesadaran sendiri, atas nilai-nilai kebersihan dan persaudaraan.

-terpengaruh anjuran agama/buku/organisasi/guru yang dianutnya.

-ikut-ikutan orang lain, tanpa kesadaran pribadi (pura-pura, ingin disebut orang suci?)

Mengapa sayuranisme itu dianjurkan oleh kaum kebatinan bagi mereka yang melangkahkan kakinya pada Sang Jalan itu? Tidak lain maksudnya agar orang-orang itu dengan mengurangi nafsu-nafsu rendah/kasar itu akan aman dalam perjalanannya nanti, untuk mencapai suatu tingkatan batin, umpamanya: cinta kasih, welas asih, gembira, ketenangan. Ini semua termasuk dalam pembentukan watak pribadi seseorang (character building).

Ada beberapa guru kebatinan yang telah mencapai fase-fase tertentu telah melepaskan sayuranisme dengan alasan sudah dapat menguasai badannya. Ada yang juga disebabkan kesehatan badannya terganggu atau tidak memerlukan kepekaan lagi demi hidup dengan keluarganya. Ada juga yang disebabkan kesulitan anggota keluarga yang memasaknya atau di tempat mereka menumpang, dan lain-lain sebagainya sebagai faktor penghalang.

Sebaliknya ajaran Ogamisama dan Buddha Hinayana (Theravada) tidak menganjurkan sayuranisme. Banyak bhikkhu-bhikkhu di Srilangka, Myanmar, Thailand, Kamboja, Jepang tidak sayuranis.

Sedangkan orang-orang Hindu yang tidak sayuranis hanya mengkonsumsi udang, ikan, daging ayam yang masih segar atau Sattwis. Dan lauk pauk yang sudah menginap satu malam , tidak boleh dimakan sebab dianggap barang yang tamas (busuk, malas, tak ada vitaminnya lagi).

Penulis menyimpulkan bahwa sayuranisme dan hidup kebatinan, terserah pada masing-masing orang untuk melaksanakannya dalam lingkungan di mana ia hidup tanpa paksaan (bebas) dan menggunakan kebijaksanaan. Selamat berjuang hingga nafas yang penghabisan.


 

Tidak ada komentar:

 

ShoutMix chat widget